Langit senja kini mulai nampak, awan sudah
mulai kelabu, burung-burung berterbangan silih berganti diatas awan yg
kemerahan. Aku terduduk diberanda rumah sambil sesekali menatap langit, ada
sejuta harapan disana. Ada banyak asa yang menanti dimasa yang akan datang, ada
banyak mimpi yang suatu saat kan jadi kenyataan. Lamunanku terhenti saat
seseorang menepuk bahuku. Seseorang yang kukenali jelas wajahnya. Yah, dia Fira
Adikku.
“Kak,
kata Ayah kita mau sholat berjamaah” Ujarnya kepadaku
“Ohiya,
tunggu kakak whudu dulu yah.” Ujarku kepadanya
Kulahkan
kakiku menuju tempat Whudu. Kulakukan semuanya dengan tahap-tahap yang
dianjurkan,dan kukhiri dengan do’a setelah berwhudu.”
Kuberjalan keruang keluarga kulihat ada
Ibuku, Ayahku dan Adikku disana. Kupakai mukenahku dan kumulai memperagakan
gerakan-gerakan sholat. Sampai pada bagian akhirnya yaitu berdoa. Kupanjatkan
segala harapanku kepada sang Pencipta. Kupanjatkan do’a untuk orangtuaku
tercinta, teman-teman dan satu orang yang selama ini kukagumi dalam diamku. Seseorang sahabat
yang telah lama menyita seluruh perhatian dan tatapanku. Yah, dia Firman. Teman
semasa kecilku yang sampai sekarang tetap menjadi bagian terpenting dalam
sejarah hidupku. Dialah satu-satunya lelaki yang mampu meluluhkan kerasnya
hatiku, yang mampu jadi pelita saat gelap mulai mendera duniaku. Dialah sang bodyguard
saatku sedang terancam oleh orang-orang yang berinisiatif jahat, dan dialah
cinta yang pertama, dialah yang mengajariku tentang cinta, persahabaan, permusuhan,
hingga bersabar dalam menjalani hidup. Karena sejatinya hidup takkan pernah
lebih indah jikalau tak dihiasi dengan gemerlap-gemerlap permasalahan. Tak
kusadari air mata ini menetes untuk seseorang yang telah menghiasi hidupku
kurang lebih 10 lamanya. Lekas-lekas kuseka air mata ini agar tak terlihat oleh
Ibu dan Adikku. Kubergegas mnyalami Ayahku dan berpamitan kekamar untuk
mengerjakan tugas sekolah.
Terdengar nyaring suara ponselku
menandakan adanya pesan singkat yang masuk. Kuraih ponselku dan menatap
lekat-lekat siapa gerangan yang mengirimkan pesan singkat ini, kubaca deretan
abjad dilayar ponselku dan yang tertera adalah nama Firman.
“AssalamuAlaikum
Wr.Wb Fina, sepulang sekolah kutunggu
ditaman yah?! Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Kuharap kau datang J” begitulah bunyi pesan singkat dari Firman. Lekas ku balas pesan singkat tersebut
dengan fikiran yang masih terombang ambing. Entah apa,yang ingin Firman
sampaikan, mungkinkah Do’a itu terwujud? Mungkinkah Allah mendengar rintihan
lara hatiku? Entahlah. Semua hipotesis-hipotesis tersebut kian mengelilingi
otakku.
“Walaikumsalam.
Insya Allah yah J”
Balasanku untuknya.
Pesan
singat dari Firman membuatku terus berkhayal. Membayangkan apa yang ingin
disampaikannnya untukku. Apakah untuk membahagiakanku? ataukah hanya sekedar
melukis luka? yang pada akhirnya akan membuatku merintih kesakitan? Entahlah!
Itu masih dugaan, dan belum pasti kebenaranya. Kucoba menutup mataku menunggu
sang fajar menampakkan wajahnya. Namun, semakin kucoba menutup mata ini,
semakin jelas pula bayang-bayang Firman. Yah Allah pertanda apakah ini? Ingin
kutersenyum. Namun, fikiranku memaksaku untuk diam. Diam menunggu kepastian
dari apa yang akan terjadi sepulang sekolah nanti. Akhirnya suara adzan subuh
membangunkanku dari tidur yang tak lelap, karena adanya bayang-bayang Firman
mengelilingi setiap inci demi inci dari otakku.
Kubasuh
wajahku, melupakan semua hipotesisku mengenai pesan tersebut dan berwhudu
kemudian menjalankan kewajiban sebagai umat Islam yaitu Sholat. Tak mampu ku
singkirkan khayalan tersebut hingga pada gerakan terakhirku. Dan sampai pada
bagian akhir yaitu berdo’a. Kupanjatkan harapanku untuk pagi hari yang cerah
ini. Berharap sepulang sekolah nanti ada senyum yang terlukis dibibirku. Yah
itu mimpiku, Semoga terwujud Tuhan! AMIN.
Di
meja makan telah ada Ibu, Ayah dan Fira dengan sepiring nasi goreng
dihadapannya masing-masing terlihat satu kursi kosong dengan sepiring nasi
goreng d hadapannnya dan itu pasti untukku, Akupun begegas menuju meja makan dan
menduduki kursi tersebut. Tampak semuanya terheran-heran memandangiku.
Melihatku dari ujung kaki hingga keujung kepala. Ada apa denganku? Ada yang
salah? Ataukah mereka yang aneh? Entahlah. Tak perduli dengan mereka, tak
perduli dengan semuanya yang pasti hari ini adalah kali pertama pertemuanku
dengan Firman terencanakan. Tak seperti dengan hari-hari sebelumnya yang mempertemukan
kami tanpa ada rencana sekalipun.
“Kak,
Fina? Wajahnya senang banget sih? Lagi jatuh cinta yah?” Terdengar suara Fira
yang memecah keheningan.
“Ha?
Jatuh cinta? Dasar anak kecil. Kakak kan memang orangnya periang, imut, pintar,
cantik lagi” Ujarku dengan mencubit hidunya yang pesek
“Fira,
juga cantik Kak. Tapi, emang cantikan Kak Fina” Ujarnya memelas.
“Yah,
Adiknya Kakak Fina jangan sedih dong. Fira cantik kok, gemesin lagi, ditambah
pesek juga.” Ujarku seraya berpamitan kepada Ayah dan Ibu.
Ada
banyak tawa dipagi ini, ada banyak harapan yang kugantungkan pada mentari pagi
yang cerah ini. Harapan yang kuharap dapat mengantarkanku pada dunia yang
nyata. Bukan hanya sekedar khayalan
semata.
Tengggggg…….,Tengggggg…..,
Bel
pertanda pulang telah berbunyi pertanda waktu pulang telah tiba. Fikiranku
tiba-tiba terbawa pada Firman. Tentang janjiku menemuinya sepulang sekolah
ditaman.
Kupercepat
langkahku menuju taman yang tak jauh dari Sekolah. Kulihat seseorang dengan
seragam SMAnya duduk memainkan Handphonenya. Kuperlambat langkahku mendekati
lelaki tersebut. Terasa jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Terasa
ada perasaan aneh yang menderaku, ada percikan api cinta yang membakar relung
hatiku. Dan ternyata lelaki itu memang Firman. Lelaki yang selama ini selalu
hadir dalam setiap kisah-kisahku dinegeri khayalanku. Yah dialah sahabat semasa
kecilku. Dan kini kembali kutatap wajahnya sekitar hampir setahun bepisah. Dia
tampak semakin gagah, dia tampak semakin bijak dan dia semakin membuatku
terpana. MasyaAllah. Inikah yang dinamakan cinta? Tak kuasa kumenahan gejolak
cinta yang telah lama tertahan ini. Kududuk disampingnya dan memulai membuka
percakapan.
“Apa
kabar kamu?” Ujarku
“Aku,
baik-baik saja. Kamu?” Jawabnya
“Akupun
baik-baik saja”.Ujarku tak tahu lagi apa yang ingin kukatakan
“Fina?
Kenapa senyum-senyum sendiri? Kamu tidak gilakan selama setahun Aku tinggalkan”
Ujarnya serasa menaatapku lekat-lekat
“Ha?
Gila? Tidaklah. Kepergianmu banyak memberiku kebebasan, tidakkah kamu ingat
dulu kamu sering melarangku ini itu. Makan ini, makan itu, main dengan ini,
main dengan itu, semunya membuatku muak.” Ujarku tak mau menampakkan rasa
bahagia yang melanda hatiku,
“Sudahlah
Fina. Aku mengenalmu, Aku tau semua tentangmu. Tentangmu yang jarang mandi,
tentangmu yang jarang makan, tentangmu yang pobia dengan ketinggian dan yang
tentangmu yang tak bisa tanpa Aku.” Ujarnya dengan tawa jahatnya.
“STOP!”
itu dulu sekarang berbeda. Berhenti menggapku seperti anak kecil. Aku sudah
dewasa Firman. Tak bisakah kau memperlakukanku layaknya teman sebayamu?” Ujarku
“Fina,
Fina kamu masih seperti yang dulu, yang lucu, cengeng, kekanak-kanakan, bedanya
sekarang kamu lebih cantik. Ujarnya seraya tersenyum padaku.
Ucapan
itu membuatku terpaku sejenak. Baru kali pertama Firman berkata kalau Aku
cantik. Terlihat ada kebingungan dikedua bola matanya. Kuhentikan keterpakuan
ini dan mengalihkan pandanganku.
“ngomong-ngomong
apa yang ingin kamu bicarakan denganku. Kelihatannya penting.” Ujarku padanya.
“Oh
iya! Sampai lupa, hehheheehehe :D. Begini Fin, Kamu kan sahabatku, kamu kan
teman yang tau bagaimana Aku. Bisakah aku meminta tolong kepadamu?”
“Kalau
Aku bisa bantu, yah kenapa tidak.”
“Kenal
Putri?”
“iya,
dia teman sebangku ku,sekaligus teman baikku. Memangnya kenapa?”
“Bagus
sekali Fina, dia cantik yah. Baik pula. Sepertinya Aku mulai menyukainya,.
Ha?
Hatiku rasanya tercabik-cabik. Hatiku rasanya hancur sehancur-hancurnya kalimat
itu seakan mengubah suasana bahagia ini menjadi sebuah malapetaka yang
mengantarkanku pada kesedihan yang teramat dalam. Bagaimana perasaanku yang
telah lama terpendam ini, bagaimana
harapan-harapan itu yang nyatanya memang hanyalah sebatas khayalan.
Bodoh, yah Aku memang bodoh. Serasa butiran-butiran bening ini ingin melompat
dengan cepat dari kelopak mataku. Namun tertahan. Tak ingin kuterlihat
menitikkan air mata dihadapan Firman. Mungkin memang Aku tak pernah ditakdirkan
untuk menjadi bagian terindah dari hidupnya, mungkin memang Aku hanyalah
sahabat yang tak pernah lebih dari sekedar sahabat.
“Fina?
Kau kenapa?” Kata Firman membuatku tesentak dari keterpakuan yang kesekian
kalinya.
“Ap..paa?
Tidak kenapa-napa. Soal Putri, okelah akan kubantu kau dengannya apapun demi
kamu sahabat lama.” Ujarku dengan senyuman yang terpaksakan ini.
“Benarkah?
Makasih sahabat lama. Aku semakin sayang kamuuu.imuttttttt.” Ujar nya seraya
mencubit kedua pipiku. Dan kubalas dengan satu senyuman.
“Man?
Aku pulang dulu yah. Lagi enggak enak badan. See You Tomorrow”
“Sini,
biar kuantar saja”
“Tidak
usah, Man. Aku bisa sendiri”
Kulangkahkan
kakiku menyusuri jalan menuju rumahku. Entah apa yang kufikirkan sekarang.
Firman? Putri? Mereka sahabatku. Sekarang Aku harus rela melihat mereka bahagia
bagaimanapun mereka pantas bersama. Firman lelaki nyaris sempurna dan Putri
wanita yang nyaris sempurna. Menurutku mereka cocok dalam segala hal. Dan
kejadian ini membuatku sadar kalau Cinta itu bukan dari harapan, melainkan dari
ketertarikan dan kecocokan. Okelah tak harus ditangisi dan tak harus disesali.
Memang dalam hidup ada masanya kita tertawa bahagia dan ada masanya kita
bersedih dan tetjatuh dilubang yang dalam. Semuanya hanyalah hiasan hidup
Karena, kehidupan yang sesungguhnya ada dialam lain yang jauh disana. Alam
dimana keabadian kekal didalamnya. Dan hanya ada 2 tempat. Yaitu Surga dan
Neraka.
Sampailah
Aku dirumah. Kubergegas menuju kamar dan meraih ponselku tampaak ada 2 pesan singkat disana. Satu dari Putri dan
satu dari Firman. Dan keduanya mengucapkan makasih kepadaku. Makasih karenaku
mereka sekarang resmi berpacaran. Membaca kata demi kata membuatku semakin
kesakitan. Membuatku semakin hancur, membuatku semakin banyak meneteskan air
mata.
Yah,Allah
begitu berat cobaanmu kenapa mesti Putri? Kenapa mesti sahabatku sendiri.
Tangisanpun tumpah, tak mampu terbendung lagi. Langitpun ikut mendung. Mungkin
sedang menyaksikanku terisak menahan sakit di hati ini. Jiwaku entah apa
kabarnya. Mungkin sedang meratapi nasib yang naas ini. Kucoba menenangkan
diriku sendiri. Kucoba menerima kenyataan kalau Aku tak sepenuhnya gagal.
Mungkin memang Aku gagal mewujudkan mimpi dan harapanku bersama Firman. Namun,
disisi lain, Aku berhasil menyatukan kedua insan yang sama-sama dilanda bunga-bunga
cinta. Biarlah bunga-bunga tersebut tumbuh bermekaran dalam pelataran Cinta
mereka berdua. Biarlah harapanku yang senantiasa menyiraminya. Merawatnya
hingga semakin indah dipandang. Biarlah kesakitan ini kurasakan sendiri,
biarlah hatiku yang merasakannnya jangan mereka. Biarlah mereka bahagia dengan
lembaran cinta baru, dan ukiran pena perjalanan kehidupan yang baru. Karena, mereka
bahagia akupun ikut bahagia walau sebenarnya hatikupun terluka. Dengan wajah
yang masih basah oleh air mata dan dengan isakan yang masih beradu dengan desahan
nafasku ku balas pesan mereka dengan kalimat “Selamat yah guys! Semoga Bahagia
do’aku menyertai kalian”
Ira Wahyuni S
2 komentar
good...good,,,,good lanjutkan !!!! asah terus hobimu...
Replyiya makasih :)
ReplyPost a Comment