Rok yang Terinjak



Malam ini ku terduduk diberanda rumah, sambil sesekali memandang langit. yah langit hitam berhias bintang-bintang yang indah.
Aku masih mengingat kejadian kemarin.
Disaat kita ditertawakan oleh segerombolan kakak kelas lelaki yang dari berolahraga. sungguh sangat memalukan.
Rokmu seakan menjad petaka hari itu. Dengan wajah malu akupun membantumu bangkit dan berdiri.
Kemudian ada salah satu dari segerombolan kakak kelas tersebut yang menyeru membuat kita berdua hilang wajah saat itu juga. kutarik tanganmu dan berlari secepat mungkin kerumah tercinta kita yaitu kelas, yang memang tak berada jauh dari tangga.
Nafasku terengah-engah, desahan nafasku masih belum teratur dengan baik, bahkan tawaku masih saja menghiasi wajah yang sedari telah memerah karena malu. Teman-teman lain bertanya
"Kamu kenapa?"
Aku hanya dapat menjawab "aku tak apa-apa"
lucu memang, mengundang tawa memang. Namun, kutahu tak lucu untuk dia yang tak sengaja menginjak roknya sendiri.
Aku berusaha mencari dia dari banyaknya manusia di ruangan tersebut, mencoba menerka-nerka sebab akibat semuanya dapat terjadi. Namun, dia hanya kembali tertawa, membuatku semakin bingung, dan semakin bingung. kulihat wajahnya, kutatap mata itu, tampak masih nampak bekas-bekas rasa malu akibat kejadian tadi.
Dan tadi disekolah, kembali kutatap tangga yang kulalui, membayangkan bagaimana dia terjatuh, bagaimana dia ditertawakan, bahkan oleh diriku sendiri. sungguh bodoh, diriku bodoh menertawakan sebelum menolong.
jika saja saat itu juga tak ada tawa yang terlukis dibibirku mungkin lukanya tak sesakit ini, apa yang ada difikiranku? membebaskan banyak orang menertawainya, sedangkan kutahu dia teman baikku, teman, yang bahkan telah kuanggap lebih dari seorang teman. yah, tepatnya seorang sahabat. kuberjalan menuju kelas. Mencoba menemukannya, mencoba mengucapkan kata "maaf" namun, tak kutemukan sosoknya. dengan wajah putus asa kulangkahkan kaki keluar pintu, dan sosok yang kucari sedang berada tepat dihadapanku, tersenyum manis kepadaku. dia tampak bahagia, dia tampak senang walaupun kutau luka itu masih berbekas dihatinya.
"Maaf, soal kemarin" ujarku padanya.
"Tidak apa-apa, semuanya karena rok kuning kotak-kotakku. bukan karena tawamu" balasnya.
"ohiya, makanya roknya diangkat" balasku. dan kembali tawa kami pecah.

Post a Comment