sumber gambar https://muda.kompas.id/baca/2019/12/06/jeratan-toxic-relationship-yang-merugikan-diri-sendiri/
Hari itu adalah kali pertama kuinjakkan kaki ditempat ini, tanpa kamu!
Rasanya seperti mengingat sesuatu yang manis...
Rasanya seperti mengulang memori kebersamaan yang tidak mungkin dapat terulang meski ditempat dan waktu yang berbeda.
Kamu sudah tidak disini, sudah tidak bersamaku.
Maafkan aku tidak sekuat yang kamu mau.
Aku hanya perempuan biasa yang punya emosi dan batas. Aku adalah manusia yang terbatas, kau lupa itu.
Maafkan aku tidak mampu menahan diriku sendiri untuk pergi, sebab ia sudah terlalu lelah dengan sikapmu. Jangan karena kamu tahu seseorang mencintai kamu dengan begitu besarnya kau mengira dia tidak akan pergi? oh salah tuan, sebab aku tidak sepecundang itu.
Yah, kuakui..
Aku pernah berpikir untuk terus berada disisimu, menemanimu melewati masa sulit dalam hidupmu, membantumu berdiri diatas kakimu sendiri, mematahkan hatiku untuk menyenangkanmu, bahagiamu menjadi prioritas dalam hidupku meski aku harus mengorbankan bahagiaku.
Aku pernah..
Menahan tangis ketika suaramu mulai meninggi ketika tempramenmu sedang naik-naiknya, aku bahkan berkali-kali harus menarik nafas menahan sesak didadaku mendengar kata-katamu yang bukan hanya menusuk relungku namun juga mentalku, aku tersiksa, aku menderita tapi tetap aku bersikeras untuk menyebutnya cinta.
Cinta apa yang seperti itu? hahaha
Apakah seperti itu rasanya dicintai?
Kurasa tidak.
Ini keliru.
Perlakuanmu seperti racun yang tinggal menunggu waktu untuk membuatku terbunuh, tidakkah kau sadari itu?
Bukankah cinta sejatinya adalah saling dan bukan paling?
Lantas mengapa kau berlaku paling segala-galanya, ini bukan tentang bahagiamu saja tapi aku juga. bukan tentang kenyamanmu saja tapi aku juga, bukan tentang kepentinganmu saja tapi aku juga. bukan tentang hidupmu saja tapi aku juga. Mungkin baiknya memang kita berjalan di jalur yang berbeda agar tidak lagi saling menyakiti.
Toxic Relationship mungkin cocok untuk menamai perjalanan panjang kita. Sikapmu yang bagimu mungkin normal-normal saja tapi bagiku justru amat menyakitiku. Maafkan aku, terluka hanya karena perkara-perkara yang receh. Tapi aku tidak sekuat itu tuan, aku perempuan yang punya segudang ekspektasi-ekspektasi indah tentang pendamping hidup.
Sekarang, aku sudah selesai.
Selesai dengan luka-lukaku. Aku tidak lagi ingin mengikuti alurmu, aku tidak lagi ingin melukai diriku sendiri.
Sudah.
Alu juga berhak bahagia. Dan itu bukan denganmu lagi, maaf tuan.
Post a Comment