#Asgaf Ammar
Auuu! Sontak tubuhku bergetar kecil ketika sebuah pesawat kertas
menambrak kepalaku yang bertopi. Siapa gerangan kurang kerjaan yang bertingkah
seperti bocah ingusan. Baru saja ingin kubuang pesawat itu ke tempat yang
semestinya, tiba-tiba saja hawa penasaran menggodaku untuk membuka rakitannya dan
membaca deretan kata yang tercipta. Dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu
segera kuhancurkan rakitannya, membentuknya seperti sehelai kertas dan memulai
membaca tiap kata yang terangkai.
“ Tuhan, langitku telah biru. Dia tak lagi mendung seperti hari-hari
sebelumnya. Aku tak lagi menatap kehancuran dengan tangis, aku melawannya
dengan senyuman. Hari ini dia hadir kembali, memberikan hal yang paling indah
yang selama ini aku impikan, walaupun bukan dari orang tua, setidaknya sudah
ada yang mau tahu tentang hidupku. Kutuliskan sajak ini untukmu yang selalu
saja menjadi penyemangat rahasia kala kesakitan mendera fisik dan jiwaku, aku
menceritakan sosokmu kepada Tuhan, aku memperkenalkan sosokmu yang rahasia
kepada sang Sutradara kehidupan, berharap dia dapat mempertemukan kita dalam
satu episode yang benar-benar indah. Aku selalu yakin, sosokmu dekat, meski tak
dapat kusentuh dengan jemari, meski tak dapat kutatap dengan mata, namun Tuhan
selalu punya cara mendekatkan, meskipun dengan cara diam.” -AA-
Mataku tak berkedip menyaksikan sajak seindah itu, aku seperti
turut ambil bagian dari katanya, goresannya menyentuh hati dan untuk pertama
kalinya aku mengagumi sosok yang entah bernama siapa, berupa bagaimana,
berjenis kelamin apa, berstatus apa, yang pasti aku terkagum-kagum dengan
goresannya yang begitu menyentuh hati, terlebih rintihan hatinya sama seperti
apa yang sudah lama ingin kutumpahkan dan kuceritakan. Arghh, haruskah baper?
Entahlah! Segera kumasukkan kertas itu kedalam saku celanaku, berlari secepat
mungkin kekelasku yang kebetulan berada di lantai dua, melelahkan memang!
“Asslamualaikum, maaf Bu’ saya telat.” Ujarku dengan nafas yang
masih terengah-engah
“Walaikumsalam,Ohhh.. telat yah? Sudah tahukan apa hukuman untuk
siswa yang telat pas jam pelajaran saya?”
“Iya Bu.” Kepalaku tertunduk tak tahu apa yang ingin kutatap dan
kulakukan. Hingga akhirnya kuberanikan diri mengangkat kepala, seraya
memandang teman-teman yang sama tegangnya seperti diriku, wajarlah Ibu Rina
memang terkenal begitu sangar dan keras terlebih jika ada yang melanggar
peraturan yang telah disepakati bersama.
Kupandangi setiap sudut ruangan, tanpa
kusadari ada sesosok wanita berdiri disampingku dengan wajah pucat seakan melunturkan keceriaan yang sering sosoknya peragakan, wanita gila yang selalu
saja sibuk dengan lamunan, kertas dan pena. Wanita paling kurang kerjaan,
sampai membuat rakitan peahu kertas dan menggantungkannya di jendela-jendela
kelas sampai guru-gurupun mengklaim kelas kami sebagai ruangan sejuta ekspresi.
Wanita perahu kertas itu, sepetinya punya masalah sepertiku, astagaa!
“Sekarang kalian berdua, silahkan tutup pintu kelas dari luar.
Setelah itu, bersihkan WC guru seperti kesepakatan awal.” Katanya seraya
menunjuk pintu kelas.”
Dan tanpa berkata apapun lagi kami berdua pun menuruti apa
yang Ibu Rina katakan, menjalani apa yang seharusnya kami dapatkan karena
keterlambatan. Dan terperangkap dalam hukuman bersama wanita aneh ini, bagaikan
terkurung dalam sangkar, ahh merana!
“Rah.., kok diam? Biasanya kan kamu yang paling cerewet! Kok bisa
telat?” tanyaku memecah keheningan yang sedari tadi tercipta diantara kami.
“Ah? Enggak biasanya kamu ajakin aku ngomong! Kesambet setan apa?
Enggak ejekin aku cewek aneh lagi.” Jawabnya dengan wajah datar.
“ Serba salah!diejekin marah, enggak diejekin malah nanyain. Mau
kamu apa sih? Jangan mengundang perdebatan! Kita punya misi bersama. Aku lagi
enggak mau debat sama cewek aneh kayak kamu, bisa kita selesaikan hukuman
dengan baik? Jangan bawa permusuhan dalam situasi ini bisa?” tanyaku lagi pada
sosok wanita aneh yang terus saja sibuk mengunyah permen karetnya.
“ Oke, oke! Sekarang kita temenan dan hanya di sesi hukuman ini
saja. Selesai, kita kembali musuhan. Enggak sudi aku temenan sama cowok
sombong, sok gagah, sok kecakepan padahal mukanya pas-pasan. Bodoh yah bodoh
cewek yang ngejar-ngejar loh, hahahahaha” Perkataanya selalu sukses
menghidupkan bara api yang tadi sudah padam dalam hati.
“Arghhhhhhh, Bisa loh enggak ngehina dulu? Bisa loh diam dulu?
Bisa enggak sih loh ngomong yang baik-baik dulu, yang ngundang permusuhan
siapa? yang mulai siapa? Yang argh, gue benci loh! Dasar cewek aneh!!!”
Kubanting ganggang pel yang sedari tadi berada digenggaman, kutendang pas
dihadapannya ember-ember berisi air, kuraih ember lain dalam WC guru,
mengisinya dengan air sebanyak mungkin dan menumpahkan airnya diatas kepalanya
hingga dia basah kuyup. Kutertawai ekspresinya, hatiku rasanya sangat puas
dapat melakukan hal sepeti itu, setan menguasai fikiranku hingga pada akhirnya
aku mengulanginya lagi, tampak wajahnya yang pucat berubah menjadi merah karena
marah dan kesal akan sikap tak terhormatku yang menghantamnya dengan air sampai
dua kali. Hahahhahaa, aku puas!
“STOP!! Hei aku bilang STOP!! Hati kamu dimana? Aku cewek, dan tega
kamu giniin?kamu tahu, aku baru saja sadar dari pingsan baru saja ingin menata
perasaan karena tadi diomelin habis-habisan dan selepas itu aku dapetin air dua
ember, hahaha manusia enggak punya hati loh! Gue benci loe, dan jangan pernah
lagi berharap gue bakal baikin loh lagi! Dan ini, tidak akan pernah gue
lupain!” Ujarnya seraya menarik dasiku, mendaratkan dengan keras tangannya
dipipiku dan kembali melanjutkan hukuman kami.
Kusentuh bekas tamparannya, kupandangi sosoknya yang sibuk dengan
ember-ember dan pel, rasa bersalah seketika menyergap diriku, menguasai hati
dan fikiran, hingga pada akhirnya kuberanikan diri untuk berucap maaf. Aku
menyesalinya, menyesali sikap kekanak-kanakan yang membuatnya harus sakit
berkali-kali. Rupanya gadis seaneh dia, gadis dengan senyum dan tawa tersering
yang pernah ada, rupanya dapat meledak, layaknya bom atom. Gadis seaneh dia
dapat berlaku kasar, walaupun pada kesehariannya dia hanya gadis perakit perahu
kertas, dan gadis aneh ini sepertinya serius dengan pernyataannya barusan. Apa yang kulakukan, aku melukainya, melukai ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
“Rah, akuu..., aku...,” baru saja ingin kulanjutkan ucapanku
sosoknya berbalik memandangku dengan tatapan tidak seperti biasanya, memandang
bola mataku tanpa kedipan, tanpa senyum dan tanpa ekspresi apupun. Datar!
“Ada apa? Mau siramin lagi? Silahkan! Sepuas kamu. Aku tau, kamu
benci aku Gaf, tapi enggak kayak gini juga tau’, sakitttt. Kamu cuma enggak
pernah berada dalam posisi seperti ini, dalam posisi yang dizalimi” Ungkapnya
dengan iringan air mata. Kutatap wajahnya yang kembali memucat, kuberanikan
diri menghapus tiap rentetan aliran bening dari balik pelupuk matanya yang
indah, kusentuh pipinya yang halus, memandang kedua bola matanya yang
berrbinar-binar, kemudian membawa tubuhnya dalam pelukan.
“Rah, maafkan untuk sikapku yang sering kali menyakitimu, maafkan
untuk nada bicaraku yang terlampau tinggi hingga membuat jantungmu berdetak
lebih cepat, maafkan aku yang selama ini selalu saja mengejekmu, yang selalu
saja menjailimu tanpa pernah berfikir jika aku yang berada diposisimu. Maafkan,
maafkan lelaki kurang ajar ini yang tanpa permisi memelukmu, yang tanpa permisi
menggores luka di hatimu yang lembut, maafkan aku Rah, maafkan akuuu..” tak
terasa mataku menghangat, tak terasa untuk pertama kalinya aku meneteskan air
mata karena wanita. Dan untuk pertama kalinya, aku dapat sedekat ini dengannya,
wanita aneh yang selalu jadi musuh bebuyutanku, musuh yang ternyata
berhati malaikat. Seketika tubuh dalam pelukanku menjadi berat, tiba-tiba
tubuhnya tak sadarkan diri, wajahnya pucat dan aku tak tahu apa yang terjadi,
tapi sepertinya dia pingsan.
“Rahh.., Rah.., heii kamu kenapa?heiii, kok pingsan? Rah? Ini
bukan waktunya main-main loh, aku serius minta maaf. Rah, bangun,heiii cewek
aneh,,” kupanggil namanya berulang kali, tapi matanya masih saja terpejam.
Cepat-cepat kuraih tubuhnya, menggendongnya menuju UKS yang agak jauh dari WC
guru, aku tak peduli dengan sorot mata yang memandangku, aku tak peduli dengan
panas yang serasa membakar telapak kaki tak beralas, dan aku tak perduli dengan
teriakan “Ciee” yang terdengar, yang aku fikirkan adalah bagaimana dapat
membuat cewek aneh ini sadar dan sehat kembali.
Sesampainya di UKS cepat kutaruh
dia diatas ranjang, mencoba mencari selimut untuk menghangatkannya dan yah
sepertinya aku harus melapor kepada Ibu Tia, agar menelfon orang tua Inara
karena kondisinya begitu memprihatinkan. Tapi, mana mungkin aku meninggalkannya
seorang diri ditempat ini? Mana mungkin aku tega? Kucoba memutar otak, mencari
solusi terbaik dari kondisi ini, hingga kulihat sesosok lelaki berseragam putih
abu-abu berjalan santai menuju UKS.
“Ahmad, aku butuh bantuanmu! Kamu cukup jaga dia baik-baik, aku
mau ke ruangannya Ibu Tia. Oke? What's up aku kalau ada apa-apa!” Ujarku serasa
berlari meninggalkan Ahmad. Kulihat wajahnya tampak kebingungan. Raut wajahnya
menampakkan keheranan. Aku tak peduli, yang pasti Inara harus cepat mendapatkan
pertolongan.
+++++
#Ahmad Arif
Ada apa? Asgaf, selalu saja seperti itu. Enggak jelas dan panikan.
Adduh! Segera kubuka sepatuku mencoba menerka-nerka sosok yang katanya Asgaf
perlu di rawat, maklumlah anak PMR memang harus siap siaga dan itu berlaku juga
pada diriku yang dulunya pernah jadi bagian dari Ekskul kemanusiaan disekolah.
Sepertinya aku mengenal gadis ini, gelang itu, sama dengan yang kukenakan.
Astagfirullah, Inara!kaukah itu? Segera kuperhatikan wajahnya dengan seksama,
memandanginya dari berbagai sudut, tubuhnya basah, badannya panas dan wajahnya
memucat. Ada apa? Apa yang terjadi dengan Kapten Pkku, apa yang asgaf lakukan?
Sebenarnya ada apa?
BERSAMBUNG
Sumber Gambar:
http://drjuanda.com/wp-content/uploads/2012/09/www.omaQ_.org211.jpg
Post a Comment