Untuk membaca laman ini, tolong baca dahulu part 1 nya, yah
untuk anda mengeti bagaimana sebenarnya jalan cerita dari postingan berjudul CERBUNG "INARA" part 2 ini, makasih! selamat membaca:)
“Akuu, aku..,” baru ingin kulanjutkan ucapanku, sontak kepalaku
pusing, semuanya terasa samar dan tiba-tiba saja gelap.
#Ahmad Arif
“Siapa yang pingsan? Mila, itu Inara kan? Dia kenapa?” tanyaku
dengan begitu penarannya.
“ Oh dia! Biasalah lupa makan pasti, mau ke UKS? Sahabat kamu tuh,
masa enggak ditengokin.” Tak kuhiraukan apa yang dikatakan Mila tadi, dengan
fikiran yang msih tentang kasus kemarin kuberlari menuju UKS, berharap dia
baik-baik saja.
“Rah.” Teriakku dari balik pintu. Tampak dia hanya seorang diri,
dengan mata yang masih tertutup. Kudekati sosok dihadapanku, memandanginya
dalam-dalam, ternyata dia memang cantik, alisnya yang tebal, bulu matanya
yang lentik, hidungnya yang mungil dan sekali lagi kedua pipinya yang selalu
sukses menghadirkan merah jambu dalam relung hatiku. Mengapa begitu sulit
mengutarakan rasa pada mahluk yang telah bersamaku hampir 3 tahun lamanya. Dan
ketika aku mulai menyadari rasaku telah melampaui batas bernama persahabatan
yang dapat aku lakukan hanya berhenti, diam dan membiasakan diri mencintaimu
diam-diam. Sulit memang, terlebih jika kebersamaan sering kali tercipta tanpa
disengaja. Aku tak dapat memungkiri bahwa kau selalu sukses menghilangkan
kepenatanku karena tugas dan yah aku bahagia. Kuambil kertas yang dari balik
tasnya, menuliskan sajak yang sedari tadi memenuhi kepalaku. Kuutarakan
kekagumanku, dan sekali lagi aku mengaguminya, mendapatinya dalam sunyi,
menemuinya dalam dunia khayal dan memeluknya dalam mimpi.
“ Untukmu, yang saat ini sedang terbaring lemah dengan wajah pucat
dan kecantikan yang masih seperti biasanya. Aku memandangimu, dalam, dan dan
semakin dalam. Kau memang manis, seperti apa yang selalu kau utarakan tentang
makna dari kata manis yang sesungguhnya, aku merindukanmu, merindukan
kealayanmu, tatapan teduhmu, juga suaramu yang false saat menyanyikan lagu,
melalui titik bernama diam, aku mengamatimu,menyukaimu, bahkan menyayangimu.
Cepat sembuh Kapten PKku{}” –IA-
Seperti biasanya, ketika sajakku telah usai, kurakit kertas
tersebut menyerupai Perahu kertas, seperti apa yang sering dia buat ketika kebosanan
tiba-tiba saja menyerangnya, sampai-sampai motorku pun selalu jadi korban
perahu kertasnya. Menyimpannya di semua bagian, dan mengikatkannya dengan
benang. Dan bagian kaca spion adalah yang menjadi tempat favoritnya
menggantungkan perahu anehnya. Kebayang gitu, perahu digantungin? Bukannya
perahu itu dilayarin yah? Hahaha, perempuan yang dihadapanku ini memang selalu
punya kegilaan dan bodohnya aku selalu saja tertawa dan tak pernah merasa malu
dan risih dengan otaknya yang kalau bisa dibilang sudah ERROR!
Dengan tatapan yang masih berfokus pada sosok dihadapanku, kumulai
meninggalkan ruangan, memberinya ruang untuk beristirahat. Memberinya waktu
untuk larut dalam mimpi, memberinya sepucuk surat, berinisial Anonim.
#Inara Adiib
“Aku dimana?” kalimat pertama yang kucapkan ketika kudapati diriku
sendirian diatas ranjang kayu beralaskan seprai putih dengan satu bantal
dikepalaku. Rupanya ini UKS sekolah, sejak kapan aku disini? Bukankah tadi, ada
penyataan cinta? Astagfirullah! BODOH! BODOH dan BODOH! Rupanya tadi hanyalah
fantasi, bagian dari angan dan imajinasi. Kejadian aneh dalam mimpiku sontak
mengajakku berfikir lebih krisis mengenai semua hal tentang Ahmad. Mengapa
setiap cela selalu saja hadir sosoknya, meskipun tadi pagi kami hanya
berpapasan, dia menegurku dan aku mengacuhkannya seperti dia meninggalkanku
kemarin dengan begitu teganya. Segera kuperbaiki jilbabku yang sudah
acak-acakan akibat gaya tidurku yang asal-asalan, baru saja ingin kuambil
pulpen dan buku yang berada tak jauh dari kepalaku, tampak ada sebuah perahu
kertas disana. Indah, sepeti bayangan kata yang terangkai. Kuraih perahu itu,
membuka kerangkanya, membaca deretan kata yang tersusun rapi bagai melodi,
mengayun indah membentuk syair dan yang menulis ini memang rapi dalam segi sikap.
Kubaca tiap kata yang terangkai, tak terasa pelupuk mataku telah mulai hangat,
aku baru saja mendapatkan sepucuk surat dari tanpa nama yang perhatiannya
begitu dalam, perhatian yang bahkan tidak pernah kudapatkan dari orang tuaku.
Dari aku SD, Orang tuaku telah memutuskan untuk berjalan masing-masing, mereka
mementingkan ego, mementingkan hati masing-masing hingga lupa buah hatinya
masih butuh kasih sayang. Untuk yang pertama kalinya, aku merasa diperhatikan. Aku merasa dipedulikan dan aku merasa dipentingkan. Bibirku mengukir senyum,
pikiranku melayang entah kemana, segera kuraih pena dan kertas menuangkan
sajakku untuk Tuhan dan merakitnya menyerupai pesawat terbang dan
menerbangkannya sejauh yang aku bisa, berharap siapapun yang menemukannya menyadari
bahwa setiap orang punya impian dan fantasinya masing-masing.
“ Tuhan, langitku telah biru. Dia tak lagi mendung seperti hari-hai
sebelumnya. Aku tak lagi menatap kehancuran dengan tangis, aku melawannya
dengan senyuman. Hari ini dia hadir kembali, memberikan hal yang paling indah
yang selama ini aku impikan, walaupun bukan dari orang tua, setidaknya sudah
ada yang mau tahu tentang hidupku. Kutuliskan sajak ini untukmu yang selalu
saja menjadi penyemangat rahasia kala kesakitan mendera fisik dan jiwaku, aku
menceritakan sosokmu kepada Tuhan, aku memperkenalkan sosokmu yang rahasia
kepada sang Sutradara kehidupan, berharap dia dapat mempertemukan kita dalam
satu episode yang benar-benar indah. Aku selalu yakin, sosokmu dekat, meski tak
dapat kusentuh dengan jemari, meski tak dapat kutatap dengan mata, namun Tuhan
selalu punya cara mendekatkan, meskipun dengan cara diam.”
Kuseka air mata yang kian membanjiri lekuk wajah, kuraih tasku dan
mulai meninggalkan UKS, kunaiki setiap anak tangga menuju kelasku yang memang
berada dilantai dua, sesampainya diatas, kuambil posisi menerbangkan pesawat,
dengan mengucap Basmalah. Kuterbangkan pesawat tadi, menyaksikannya terbawa
angin, menatapnya hingga pesawat tadi menabrak sesosok lelaki berseragam putih
abu-abu. Segara kupalingkan wajahku, berlari menuju kelas dan berharap dia tak
menyadari tabrakan itu dan berjalan saja atau mengambil dan membuangnya, ah
aku tak tahu, yang kupikirkan sekarang adalah kelas apakah kau baik-baik saja!
BERSAMBUNG
Sumber Gambar:
http://25.media.tumblr.com/tumblr_lwlpx7zSQl1qfntwyo1_500.jpg
Post a Comment