Bulan Desember selalu menjadi bulan di mana harinya di penuhi banyak hujan. Dari gerimis, sedang dan deras bahkan ada beberapa wilayah yang terdampak bencana karena terlalu seringnya terjadi hujan akibatnya penampungan penuh dan membanjir pemukiman-pemukiman warga bahkan akses tansportasi mulai terhambat. Mungkin salah satu narasi yang menyiratkan bahwa segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik adanya. Begitupun dengan mencintai seseorang.
Perempuan-perempuan sepertiku yang mencintai dengan
sangat dalamnya akhirnya banyak yang terjatuh dalam kubangan air, menyelami air
matanya sendiri dan akhirnya tenggelam dalam luka dan dukanya yang tak kunjung
surut.
Hujan di Bulan Desember, mengingatkanku tentang diriku
setahun yang lalu. Aku yang mencintai kekasihku itu selama kurang lebih 4 tahun
lamanya. Menerima segala kurang dan lebihnya, meluaskan hatiku seluas-luasnya
untuk memberinya maaf dan mulai
mempercayainya lagi. Aku seperti menjerumuskan diriku sendiri di kubangan yang
sama, padahal sudah sesusah payah itu aku bangkit dan menyelamatkan diriku. Aku
terbuai oleh janji manisnya, berharap seseorang bisa berubah karenaku, Namun
ternyata tidak ada yang bisa merubah seseorang kecuali dirinya sendiri yang
ingin. Mungkin, ekspektasiku yang terlampau jauh. Dia tidak seniat itu
ternyata.
Hujan di Bulan Desember, bukan hanya langit yang
mendung tapi hatiku juga. Bukan hanya awan yang menjatuhkan titik-titik airnya
tapi mataku juga. Bukan hanya tanah yang basah tapi pipiku juga. Banyak sekali
kenang yang mengingatkanku pada aku yang dulu yang begitu lemah karena cintaku
yang terlampau tulus.
Berhari-hari aku mempertanyakan pada diriku sendiri
apakah aku bahagia? Apakah aku baik-baik saja? Apakah ini sudah pilihan yang
tepat untuk menetap pada sosok lelaki sepertinya? Dia baik, tapi tidak mampu
menyakinkanku, sikapnya seolah mengisyaratkan padaku untuk memilih jalan yang
berbeda. Dia terlampau jauh sekali rupanya untuk bisa digenggam jemariku.
Egonya, keinginannya, keputusan-keputusannya tidak menyediakanku tempat untuk
menselaraskan tujuan kita. Sejak saat itu, aku merasa kita sudah berbeda. Isi
kepala dan prioritas kita tidak lagi tentang bagaimana menyamankan pasangan
namun hanya tentang bagaimana caranya menyamankan diri sendiri. Lantas untuk
apa kita bertahan?
Aku masih dengan gejolak batin dan logikaku. Belum
punya banyak keberanian untuk menyampaikan padanya tentang apa yang kurasakan.
Aku takut, kita sudah sejauh ini. Apakah mungkin selepas dengannya aku bisa
menemukan seseorang yang mencintaiku sebaik dia? Apakah mungkin aku mampu hidup
tanpanya? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan dalam benakku yang tak mampu dia
jawab karena terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Aku, bertanya dan menjawab
pertanyaanku sendiri hahaha terdengar gila tapi itulah yang terjadi. Desember
2021 Aku banyak menyakiti diriku dengan memberinya kalimat-kalimat penenang
yang ternyata menjatuhkanku lagi dalam kubangan yang sama. Aku terjatuh pada
kesalahanku yang sama, memberinya ruang untuk memasuki duniaku lagi. Kukira
akan menjadi pelangi setelah hujan-hujanku namun ternyata menjadi badai yang
menjatuhkanku sejatuh-jatuhnya.
Sampai akhirnya aku menemukan satu alasan kuat untuk
meyakinkan diriku sendiri mengambil keputusan itu lagi untuk kedua kalinya.
4 tahun, yang bagiku bukan waktu yang singkat
membersamai seseorang dari usianya 19 tahun hingga 23 tahun. Dari memulai
pertemanan kita di tahun 2016 pas masuk kuliah, sampai akhirnya memutuskan
berpacaran di tahun 2017 dan wisuda sama-sama di tahun yang sama seperti
janjiku, aku menepatinya tapi dia tidak ,toh pada akhirnya kita tidak sampai di
pelaminan. Sudah banyak kejadian dalam hidupnya dan hidupku yang kita ada di
dalamnya. Mulai dari sedih, tegang dan juga bahagia. Aku membersamainya dari
dia masih mahasiswa baru sampai akhirnya bisa bekerja. Sebuah proses panjang
yang bohong kalau kami tidak mengalami pasang surut di dalamnya. Namun, badai
di akhir desember ini terlalu kuat menerjang kisah yang rapuh karena kurangnya
komunikasi dan juga keyakinan untuk saling mempertahankan. Akhir Desember 2021
diantara riuhnya kembang api dan sorakan bahagia orang-orang yang merayakan
pergantian tahun, Aku melepaskannya, melepaskan semua ikatanku dengannya.
Alih-alih menahanku untuk pergi dia malah membantuku melepaskan ikatan yang tak
mampu diraih jemariku. Dia mengiyakannya, dia memberiku kebebasan memilih
bertahan atau pergi. Sejak saat itu aku mulai mempertanyakan rasa cintanya
padaku, apakah memang hanya aku yang mencintainya sendirian? Hanya aku yang
terlampau menjaga ikatan kita agar tidak terlepas? Aku semakin yakin untuk
memilih menyudahinya. Dia tidak selingkuh, dia tidak mengkhianatiku tapi dia
tidak mampu mengekspresikan rasa cintanya hingga membuatku berpikir kalau aku
tidak lagi diinginkan. Jarak dan ego mungkin menjadi rentetan alasan terkuat
dari keputusan yang sama-sama kami sepakati malam itu. Langit riuh bertabur
kembang api namun hatiku riuh bertabur luka-luka
Hujan di Bulan Desember, kenangku hanya sebatas
ingatan-ingatan yang sudah tidak ingin aku ulangi lagi. Sebuah pembelajaran
berharga, sebuah kisah yang membuatku banyak belajar dan membentukku menjadi
perempuan yang lebih realistis dari sebelumnya. Yang tidak lagi berkorban demi
menjaga seseorang agar tetap mencintaiku, yang tidak lagi mempercayai bahwa
kelak seseorang akan berubah, yang tidak lagi mempercayai janji manis, Aku
sudah berhenti. Biarlah segala kebaikanku bersemayam dalam hatinya, karena
kelak akan ada satu keadaan dimana menemukanku pada perempuan lain adalah
sebuah ketidakmungkinan dan saatnya dia menyadari bahwa dulu dialah pemilik
permata yang berharga tapi dia biarkan terjatuh, terbawa arus, hilang kemudian
ditemukan yang lain. Seseorang yang kini menjaganya dengan sangat hati-hati.
Post a Comment